0
Home  ›  Pembelajaran Mendalam

Memahami Taksonomi SOLO untuk Pembelajaran Mendalam: Dari Surface ke Deep Learning Eps.21

Mengapa Taksonomi Bloom Saja Tidak Cukup untuk PM?

Setelah 20 episode membahas pembelajaran mendalam, kini saatnya masuk ke salah satu aspek paling menantang: Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcomes). Episode 21 ini, Prof. Yuli Rahmawati, PhD, Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di Australia, bersama Prof. Suyanto, PhD, membedah mengapa taksonomi SOLO menjadi tulang punggung pembelajaran mendalam dan bagaimana penerapannya di sekolah-sekolah Australia.

"Kita terlalu lama berkecimpung dengan pendidikan berbasis taksonomi Bloom. Saatnya memahami taksonomi SOLO dengan baik." - Prof. Suyanto

Mengapa Taksonomi SOLO Penting untuk PM?

🎯 Taksonomi Bukan Hanya Bloom

Jenis-jenis Taksonomi:

  • Bloom (kognitif, afektif, psikomotor)
  • SOLO (kognitif dengan fokus kompleksitas)
  • Anderson (revisi Bloom)
  • Depth of Knowledge (DOK) - Webb
  • Rigor Matrix

"Yang ingin kita kuatkan dalam pembelajaran mendalam adalah taksonomi SOLO, karena fokusnya pada kompleksitas pemahaman." - Prof. Yuli Rahmawati

📚 Referensi Penting: Buku John Biggs

Pak Menteri pernah mengirim buku "Approaches to Learning" karya John Biggs tentang surface dan deep learning.

Insight Penting: Di beberapa jurnal internasional, ketika mencari tentang "SOLO + deep learning", mereka mengkategorikan:

  • Surface learning = Proses untuk mencapai
  • Deep learning = Tujuan akhir

"SOLO sebagai proses untuk mencapai deep learning." - Prof. Yuli Rahmawati

5 Level Taksonomi SOLO: Dari Surface ke Deep

📊 Struktur Level SOLO

PRESTRUCTURAL → UNISTRUCTURAL → MULTISTRUCTURAL → RELATIONAL → EXTENDED ABSTRACT
(Belum paham) (1 aspek) (2+ aspek) (Keterkaitan) (Generalisasi)
↓ ↓ ↓ ↓ ↓
Surface Learning Deep Learning

Level 1: PRESTRUCTURAL (Pra-Struktural)

Karakteristik:

  • Siswa belum paham konsep
  • Bisa menyampaikan sesuatu tapi ada yang miss atau salah konsep
  • Understanding masih belum tepat

Contoh: Konsep Sustainability

"Siswa bisa mendefinisikan sustainability, tapi ketika ditanya lebih dalam, pemahamannya masih belum tepat."

Catatan Penting:

"Prestructural anak PAUD berbeda dengan prestructural anak SMA - tergantung kompleksitas konten materi." - Prof. Yuli

Level 2: UNISTRUCTURAL (Uni-Struktural)

Karakteristik:

  • Memahami satu aspek dari konsep
  • Kuantitatif: Menambah "1 bar" pengetahuan
  • Pemahaman masih sangat terbatas
  • Mulai mencoba mengkaitkan, tapi terbatas

Contoh Ekonomi (Prof. Suyanto):

"Untuk memahami harga pasar, siswa harus tahu definisi barang vs jasa dulu. Itu satu aspek yang mendasar."

Analogi: Seperti mengetahui satu komponen sepeda tanpa memahami fungsinya dalam sistem keseluruhan.

Level 3: MULTISTRUCTURAL (Multi-Struktural)

Karakteristik:

  • Memahami dua atau lebih aspek terpisah
  • Kuantitatif: Menambah beberapa "bar" pengetahuan
  • Punya beberapa ide tentang konsep
  • Belum mengkaitkan antar aspek

Contoh: Sustainability

"Siswa tahu bahwa sustainability adalah memastikan kehidupan kita jangka panjang (long-term), tapi belum mengkaitkan dengan konteks lain."

Visual dari Buku Biggs:

LevelKarakteristik
Unistructural1 aspek (satu bar)
Multistructural2+ aspek (beberapa bar terpisah)

Catatan Penting:

"Jangan melihat barnya harus tiga atau empat - bisa dua atau lebih. Ada level 1, 2, 3 dalam setiap tahap." - Prof. Yuli

Level 4: RELATIONAL (Relasional)

Karakteristik:

  • Kompleksitas mulai muncul (bukan hanya kuantitatif)
  • Siswa bisa mengkaitkan antar aspek
  • Link dengan konteks yang lain
  • Maximize understanding

Ini adalah awal Deep Learning!

"Kita selalu bilang: tolong kaitkan dengan kehidupan nyata dan sebagainya - karena itu bagian dari proses relasional sebagai deep learning." - Prof. Yuli Rahmawati

Contoh: Berenang (dari sekolah Sydney)

Multistructural:

  • Siswa bisa menggunakan berbagai strategi berenang
  • Tapi tidak tahu kenapa harus mengayunkan tangan
  • Tidak memahami alasannya

Relational:

  • Siswa bisa menggunakan berbagai strategi
  • Tahu kapan menggunakannya
  • Tahu mengapa menggunakannya

Analogi Prof. Yuli:

"Seperti waktu praktikum kimia - kenapa titrasi harus di atas atau di bawah titran? Kalau saya tidak tahu kenapa dibalik, saya belum sampai relasional karena tidak tahu alasannya."

Level 5: EXTENDED ABSTRACT (Abstrak Diperluas)

Karakteristik:

  • Transfer knowledge ke konteks baru
  • Solving problems dengan kreativitas
  • Generalisasi konsep
  • Menjadi role model bagi orang lain
  • Bisa mengajarkan orang lain

Contoh: Berenang (lanjutan)

  • Siswa sudah master berbagai strategi
  • Bisa mengajarkan orang lain
  • Membantu orang lain belajar berenang
  • Menjadi role model

"Ini anak SD juga bisa sampai level ini!" - Prof. Yuli

Catatan: Di Australia, mereka menyebutnya "Transfer" sebagai pengganti istilah Extended Abstract.

Perbedaan Fundamental: Kuantitatif vs Kompleksitas

📈 Dua Fase Pembelajaran

FASE 1: QUANTITATIVE (Kuantitatif)

  • Prestructural → Unistructural → Multistructural
  • Fokus: Menambah jumlah aspek yang dipahami
  • Karakteristik: Surface learning

FASE 2: QUALITATIVE (Kualitatif/Kompleksitas)

  • Relational → Extended Abstract
  • Fokus: Kompleksitas keterkaitan
  • Karakteristik: Deep learning

"Taksonomi Bloom mungkin kurang bisa menggambarkan pembelajaran mendalam karena dia naik level, tapi kompleksitasnya perlu 'dikawinkanlah bahasanya' dengan taksonomi lain." - Prof. Yuli Rahmawati

⚖️ Mengapa SOLO Lebih Tepat untuk PM?

Taksonomi Bloom:

  • Fokus pada level kognitif (C1-C6)
  • Hierarkis ketat
  • Bisa naik level tapi kompleksitas tidak terlihat

Taksonomi SOLO:

  • Fokus pada struktur pemahaman
  • Terlihat jelas keterkaitan antar konsep
  • Membedakan surface dan deep learning
  • Cocok untuk assessment yang mendalam

Penerapan SOLO di Australia: Best Practice

🏫 Praktik di Sekolah Adelaide & Sydney

Prof. Yuli berbagi pengalaman mengunjungi sekolah-sekolah di Australia:

1. Di Kelas: Poster SOLO Terpampang

SURFACE ─────────► DEEP ─────────► TRANSFER
(Pre, Uni) (Multi, Relational) (Extended Abstract)

"Di kelas tuh udah kayak gini biasa. 'Oh, kamu cuma bisa ngelist (surface)', 'Kamu sampai deep', 'Kamu sudah transfer'." - Prof. Yuli

Pembagian di Sekolah Australia:

  • Surface = Prestructural + Unistructural
  • Deep = Multistructural + Relational
  • Transfer = Extended Abstract

2. Penulisan Tujuan Pembelajaran yang Unik

Bukan: "Siswa dapat mengidentifikasi..."

Tapi: "A good scientist..." (Seorang saintis yang baik...)

"Mereka menggambarkan capaian, bukan sekadar aktivitas!" - Prof. Yuli

Success Criteria (Kriteria Sukses):

Seperti indikator tujuan pembelajaran kita, tapi lebih detail:

Contoh: Pelajaran Sains tentang Suara

LevelSuccess Criteria
SurfaceSaya bisa mengidentifikasi sumber suara dari berbagai objek
DeepSaya bisa mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan properties-nya (logam, kayu, dll)
TransferSaya bisa membedakan suara dari sumbernya dan menjelaskan mengapa berbeda

Kompleksitas Meningkat:

  • Surface: Sekadar identifikasi suara
  • Deep: Klasifikasi berdasarkan material
  • Transfer: Analisis perbedaan dan alasan (anak SD!)

3. Self-Assessment dengan Rubrik

Praktik di Nuri Islamic School:

Siswa diminta melakukan self-assessment dengan rubrik 5 level.

Cerita Menarik:

Anak-anak bilang: "Oh, saya kolaborasinya sudah bagus, saya level 5."

Gurunya ngomong: "Oh, kalau saya masih level 2."

Murid kaget! 😮

Pembelajaran: Guru mengajarkan refleksi yang jujur dengan memberi contoh diri sendiri.

"Saya merasa saya masih tahap ini, saya butuh ini. Jadi anak-anak paham bahwa assessment bukan untuk pamer, tapi untuk tahu posisi kita." - Guru Australia

Bahasa yang Mendidik: "Coba baca dulu baik-baik kriterianya" - bukan menghakimi, tapi mengajak refleksi.

4. Visualisasi untuk Anak SD: Belajar Berenang

Sekolah di Sydney membuat visualisasi taksonomi SOLO dengan contoh belajar berenang:

LevelKemampuan Berenang
PrestructuralTidak bisa berenang
UnistructuralBisa berenang tapi harus diarahkan
MultistructuralBisa menggunakan berbagai strategi, tapi tidak tahu kenapa harus mengayunkan tangan
RelationalBisa menggunakan berbagai strategi, tahu kapan dan mengapa menggunakannya
Extended AbstractSudah master, bisa mengajarkan orang lain, membantu orang lain, menjadi role model

Anak SD paham karena dihubungkan dengan pengalaman mereka!

Taksonomi SOLO vs Kata Kerja Operasional (KKO)

⚠️ Miskonsepsi Fatal: KKO = Level

Pemahaman Keliru: "Kata kerja 'describe' pasti C2 (rendah)."

Klarifikasi SOLO: Fokus bukan pada kata kerjanya, tapi pada kompleksitas statement!

Dari Buku Panduan SOLO untuk Sekolah:

Tabel menunjukkan:

  • Verb (kata kerja)
  • Konsep yang digunakan
  • Achievement yang diharapkan
  • Contoh implementasi dalam assessment

Contoh: Kata Kerja "DESCRIBE"

Level Rendah:

"Describe a change" (Deskripsikan perubahan)

  • Sekadar menyebutkan

Level Lebih Tinggi:

"Describe a change and classify how..." (Deskripsikan perubahan dan klasifikasikan bagaimana...)

  • Ada klasifikasi detail
  • Kompleksitas lebih tinggi

"Bukan sekedar kata kerjanya - dia mengajarkan: konsepnya apa, contohnya apa, bagaimana diterapkan dalam assessment." - Prof. Yuli Rahmawati

📖 Buku Panduan: SOLO Taxonomy for Schools

Prof. Yuli berjanji akan membahas buku panduan lengkap tentang penerapan taksonomi SOLO di sekolah-sekolah, termasuk:

  • Contoh per subjek/mata pelajaran
  • Hubungan verb dengan konsep
  • Achievement yang diharapkan
  • Implementasi dalam assessment
  • Rubrik penilaian detail

Student Engagement: Kunci Sukses SOLO

💪 Student Agency yang Luar Biasa

"Student engagement-nya itu loh, sehingga benar-benar menjadi student agency - sangat luar biasa!" - Prof. Suyanto

Di Sekolah Australia:

  • Anak-anak biasa menggunakan kata kerja taksonomi
  • "Oh, saya bisa mengkaitkan..."
  • "Saya bisa..." (dengan kata kerja spesifik)

Mereka diajarkan dengan kartu: Kartu berisi kata kerja untuk menyampaikan apa yang mereka pahami.

"Dengan cara begitu, secara implisit dia juga merefleksi!" - Prof. Suyanto

🎓 Dari Semua Pembelajaran = Refleksi SOLO

"Kemarin dari PAUD semua pembelajarannya itu selalu ujungnya adalah tahapan dari surface ke deep." - Prof. Yuli

Budaya Refleksi: Setiap pembelajaran diakhiri dengan refleksi:

  • Saya sudah sampai level mana?
  • Surface, deep, atau transfer?
  • Apa yang perlu saya lakukan selanjutnya?

Level dalam Setiap Tahap: Gradasi Halus

📊 Tidak Sesederhana 1-2-3-4-5

Insight Penting: Di setiap tahap ada level 1, 2, 3 lagi!

Contoh: MULTISTRUCTURAL

  • Level 1: Baru mulai memahami beberapa aspek
  • Level 2: Lebih banyak aspek yang dipahami
  • Level 3: Mendekati relational

"Jadi di multistructural kalau level 1 seperti apa? Dia masih belum sempurna." - Prof. Yuli

Implikasi:

  • Assessment harus lebih detail
  • Rubrik harus menggambarkan gradasi
  • Feedback lebih spesifik

Kritik Tajam: Realitas Pendidikan Indonesia

😱 Pengalaman Mengejutkan Prof. Suyanto

Dalam pelatihan dengan 400 kepala sekolah dan pengawas, Prof. Suyanto memberikan pertanyaan sangat sederhana:

Pertanyaan:

"Siapa yang sudah pernah melihat naskah akademik PM?"

Hasil:

  • Yang angkat tangan: ~10 orang
  • Yang belum: Tidak ada yang angkat tangan

Pertanyaan lanjutan:

"Yang sudah melihat 10 orang. Yang belum melihat siapa?"

Hasilnya: Tidak ada yang angkat tangan!

💥 Analisis Prof. Suyanto

"Sebagian besar kepala sekolah dan pengawas itu tidak paham menjawab pertanyaan yang sangat simpel. Kalau kepala sekolahnya ditanya begini enggak bisa jawab, apalagi siswanya - lebih parah!" - Prof. Suyanto

Ini adalah pertanyaan LOTS (Low Order Thinking Skills):

  • Sudah atau belum?
  • Ya atau tidak?
  • Dua pilihan sederhana!

Masalahnya:

"Mereka tidak berada di 'sudah' dan tidak berada di 'belum'. Terus berada di planet mana sekarang ini?" - Prof. Suyanto

🔍 Diagnosis Masalah

Kemungkinan penyebab:

  1. Masalah membaca - tidak membaca naskah akademik
  2. Masalah komunikasi - salah satu dari 8 dimensi profil pelajar Pancasila
  3. Masalah value/budaya - tidak ada kemauan untuk belajar

Ironi:

"Padahal delapan dimensi profil pelajar Pancasila itu komunikasi masih ada. Ini komunikasi paling simpel: sudah atau belum." - Prof. Suyanto

Pengalaman Belajar PM + SOLO: Sinergi Sempurna

🔗 Bagaimana Menghubungkannya?

Pengalaman Belajar PM:

  1. Memahami (Understanding)
  2. Mengaplikasi (Applying)
  3. Merefleksi (Reflecting)

Taksonomi SOLO:

  • Prestructural → Extended Abstract

Sinergi:

"Pengalaman belajar kita lakukan secara bertahap supaya bisa mencapai level-level SOLO. Bagaimana pengalaman belajar memfasilitasi pencapaian dari sudut pandang taksonomi SOLO." - Prof. Yuli

Prinsip:

  • Scaffolding sangat penting
  • Bertahap dari surface ke deep
  • Setiap pengalaman belajar mendorong siswa naik level SOLO

Pesan Penutup: Komitmen Berkelanjutan

📅 Janji Prof. Yuli

"Buku panduan SOLO untuk sekolah akan kita bahas satu-satu untuk memahami bagaimana rubrik assessment dan implementasi taksonomi SOLO." - Prof. Yuli

Yang Akan Dibahas:

  • Contoh per mata pelajaran
  • Rubrik assessment detail
  • Implementasi praktis di kelas
  • Pertanyaan yang tepat untuk setiap level (asking questions)

🗓️ Komitmen Rutin

Prof. Suyanto menawarkan jadwal rutin:

"Kita abadikan setiap hari Kamis untuk 1 tahun?"

Luar biasa! Komitmen untuk membedah pembelajaran mendalam secara konsisten.

Kesimpulan: Mengapa SOLO Penting untuk PM?

✅ 5 Alasan Utama

  1. Membedakan Surface dan Deep Learning - Jelas terlihat di mana posisi siswa
  2. Fokus pada Kompleksitas - Bukan sekadar level, tapi kualitas pemahaman
  3. Assessment yang Akurat - Rubrik lebih detail dan bermakna
  4. Student Agency - Siswa paham posisi mereka dan tahu langkah selanjutnya
  5. Transfer Knowledge - Tujuan akhir adalah bisa mengaplikasikan di konteks baru

🎯 Pesan Akhir

"Kita sudah terlalu lama dengan Bloom. SOLO memberikan perspektif baru yang lebih cocok untuk pembelajaran mendalam - dari surface ke deep, dari kuantitatif ke kompleksitas." - Prof. Suyanto

Tantangan untuk Pendidik Indonesia:

  • Pelajari taksonomi SOLO dengan serius
  • Baca naskah akademik PM
  • Terapkan dengan konsisten
  • Refleksikan praktik kita
  • Jangan hanya ikut konten medsos yang viral

Quote Mengejutkan:

"Di Australia, taksonomi SOLO dipakai di semua kelas. Tidak ada yang pakai Bloom." - Prof. Yuli Rahmawati


Tentang Narasumber:

  • Prof. Yuli Rahmawati, MSc., PhD - Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Canberra, tokoh Deep Learning Indonesia
  • Prof. Suyanto, PhD - Host channel Suyanto.id, pakar pendidikan, mantan Direktur Jenderal

Sumber Video: Memahami Taksonomi SOLO untuk PM - Eps.21

Download Materi Presentasi: Link Google Drive


Referensi Penting:

  • John Biggs - "Approaches to Learning" (Surface & Deep Learning)
  • SOLO Taxonomy for Schools - Buku panduan implementasi
  • Jurnal: SOLO + Deep Learning

Episode Terkait:


Tags: #TaksonomiSOLO #SOLO #SurfaceLearning #DeepLearning #TransferLearning #JohnBiggs #StructureOfLearning #Kompleksitas #StudentAgency #PembelajaranMendalam #Assessment #RubrikPenilaian #AustraliaEducation #PendidikanIndonesia

Post a Comment
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS