0
Home  ›  Pembelajaran Mendalam

AWAS! Ada Praktik Keliru Pembelajaran Mendalam yang Harus Dihindari Eps.20

Klarifikasi Miskonsepsi PM yang Beredar di Media Sosial

Setelah naskah akademik diluncurkan, instruktur nasional dilatih, dan pembelajaran mendalam (PM) mulai diterapkan, muncul berbagai praktik keliru yang beredar di media sosial. Episode 20 ini sangat penting karena Prof. Yuli Rahmawati, PhD, Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di Australia, bersama Prof. Suyanto, PhD, memberikan klarifikasi tegas tentang miskonsepsi yang harus segera diluruskan.

"Tujuan medsos itu hanya demi konten untuk mendapatkan like sebanyak mungkin, sehingga sangat disenangi oleh orang-orang yang pahamnya salah dan salah paham." - Prof. Suyanto

Konteks Penting: Pesan Pak Menteri

Dalam webinar Ikatan Alumni UNJ, Pak Menteri menyampaikan pesan yang sangat jelas:

Pembelajaran Mendalam adalah untuk:

  • Empowering guru yang sudah mengerjakan praktik pedagogis berbagai macam
  • Menghadapi learning loss dan learning poverty
  • Mengatasi schooling without learning
  • Menghadapi generasi strawberry - generasi yang sangat rentan terhadap berbagai tantangan

"Pembelajaran mendalam adalah untuk memberdayakan guru-guru yang sudah melakukan praktik pedagogis seperti problem solving, problem-based learning, inquiry, kolaboratif, dan sebagainya." - Pak Menteri

7 Miskonsepsi Fatal Pembelajaran Mendalam

❌ Miskonsepsi #1: PM Hanya Boleh Pakai Project-Based Learning

Pemahaman Keliru: "PM = hanya project, strategi lain tidak bisa dipakai lagi."

Klarifikasi yang Benar:

"Apapun yang Bapak, Ibu lakukan selama itu memiliki prinsip berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan - itu bisa digunakan!" - Prof. Yuli Rahmawati

Prinsip Utama:

  • Berkesadaran (mindful)
  • Bermakna (meaningful)
  • Menggembirakan (joyful)

Strategi yang Bisa Digunakan:

  • Problem-Based Learning
  • Inquiry Learning
  • Discovery Learning
  • Kolaboratif Learning
  • Project-Based Learning
  • Dan strategi lainnya yang sesuai prinsip PM

Kunci: Lihat bagaimana proses-proses itu relevan dengan memberikan pengalaman belajar memahamimengaplikasi, dan merefleksi.

❌ Miskonsepsi #2: Menggembirakan = Harus Nyanyi & Joget di Awal

Pemahaman Keliru: Konten-konten medsos menunjukkan guru harus nyanyi-nyanyi, joget-joget di awal pembelajaran untuk "menggembirakan".

Klarifikasi yang Benar:

"Menggembirakan bukan berarti harus diawali dengan nyanyi-nyanyi atau joget-joget. Anak-anak bisa memecahkan persoalan yang dihadapi - itu gembira!" - Prof. Suyanto

Menggembirakan yang Sesungguhnya:

✓ Contoh Benar:

  • Siswa diberi isu lingkungan, mereka bisa memecahkannya → Gembira!
  • Siswa memahami konsep kimia yang rumit → Momen "Aha!" → Gembira!
  • Siswa berhasil mengaplikasikan pengetahuan → Gembira!

⚠️ Perhatian untuk Konten Medsos:

"Konten guru nyanyi-nyanyi itu oke untuk kampanye PM, tapi tidak harus diterapkan di dalam kelas ketika mengawali pembelajaran." - Prof. Suyanto

Yang Seharusnya di Awal Pembelajaran: Mengkoneksikan pengalaman siswa yang sudah ada dengan pengalaman baru yang akan diajarkan (advance organizer).

❌ Miskonsepsi #3: Terlalu Banyak Ice Breaking

Masalah: Guru mengkondisikan kesiapan belajar dengan berbagai variasi ice breaking terlalu lama.

Klarifikasi yang Benar:

"Memang seringkali karena kesiapan anak belajar kita mengkondisikannya dengan berbagai variasi, tapi jangan terlalu lama. Nanti sepanjang itu terlalu banyak ice breaking." - Prof. Yuli Rahmawati

Yang Paling Signifikan: Memotivasi anak dengan mengkaitkan apa yang akan dipelajari dengan kehidupan mereka.

Kekuatan PM:

  • Pembelajaran kontekstual (contextual learning) sangat powerful
  • Mengkaitkan dengan kehidupan nyata
  • Semua terkait dari prinsip: berkesadaran, bermakna, menggembirakan

❌ Miskonsepsi #4: PM Adalah Taksonomi Baru

Pemahaman Keliru: "PM adalah taksonomi, sama seperti Bloom atau SOLO."

Klarifikasi yang Benar:

"PM itu bukan taksonomi. Memahami-Mengaplikasi-Merefleksi adalah pengalaman belajar, karena ingin memberikan kebebasan untuk Bapak Ibu di lapangan." - Prof. Yuli Rahmawati

Perbedaan Fundamental:

Taksonomi BloomPM (Pengalaman Belajar)
Level kognitif (C1-C6)Jenis pengalaman belajar
Hierarkis ketatFleksibel, bisa berulang
Fokus pada "apa"Fokus pada "bagaimana"

Bahaya Miskonsepsi: "Kalau memahami berarti cuma sampai C2" → SALAH!

Penjelasan:

  • Pengalaman belajar memahami adalah untuk membangun pondasi
  • Tetap harus mendorong siswa mencapai Higher Order Thinking Skills (HOTS)
  • Semua pengalaman belajar harus dilakukan agar pondasinya kuat

❌ Miskonsepsi #5: Kemitraan Pembelajaran Sulit Dilakukan

Pemahaman Keliru: "Kemitraan pembelajaran tidak mungkin karena sulit mengajak orang di luar sekolah (masyarakat, dll)."

Klarifikasi yang Benar:

"Yang ingin kita kembangkan adalah bagaimana kita bermitra dengan siswa juga. Kalau di Australia namanya learner agency." - Prof. Yuli Rahmawati

Kemitraan Pembelajaran Paling Kecil: Kolaborasi guru dan siswa (learning partnership)

Level Kemitraan:

  1. Level 1: Guru ↔ Siswa (paling dasar)
  2. Level 2: Guru ↔ Orang tua
  3. Level 3: Sekolah ↔ Masyarakat
  4. Level 4: Sekolah ↔ Industri/Komunitas

Tidak harus langsung level tinggi! Mulai dari kemitraan dengan siswa dulu.

❌ Miskonsepsi #6: Langsung Mengaplikasi Lebih Baik

Pemahaman Keliru: "Langsung praktik/mengaplikasi lebih efektif daripada memahami dulu."

Klarifikasi yang Benar:

"Saya yakin bahwa kalau tiba-tiba mengaplikasi itu tidak lebih baik ketika diawali dari memahami dulu." - Prof. Suyanto

Teori Pendukung:

Jerome Bruner - Transfer of Learning:

  • Belajar dari satu pengalaman ke pengalaman lain sangat penting
  • Harus ada transfer bertahap

Analogi Praktis:

Contoh 1: Naik Motor

  • ✓ Sudah bisa naik sepeda → Belajar naik motor lebih mudah
  • ✗ Langsung naik motor → Bisa, tapi babak belur

Contoh 2: Nyetir Mobil

  • ✓ Sudah bisa naik motor → Feeling ngegas-ngerem sudah ada
  • ✗ Langsung nyetir → Lebih sulit

Catatan Humor dari Prof. Suyanto:

"Tapi jangan sampai suami ngajari istri - itu enggak pernah berhasil di dunia ini. Itu enggak masuk skema pembelajaran mendalam!" 😄

❌ Miskonsepsi #7: Kata Kerja Taksonomi = Level HOTS

Pemahaman Keliru: "Kata kerja tertentu pasti level tertentu. Identifikasi = C2 (rendah)."

Klarifikasi yang Benar:

"Ketika guru menghafal kata kerja operasional (KKO) tidak ke statement kompleksitas - enggak dalam!" - Prof. Yuli Rahmawati

Bukti dengan Contoh:

Contoh 1: "Identifikasi" Level C2

"Identifikasi penyebab utama perubahan iklim"

  • Level: C2 (memahami)
  • Kompleksitas: Rendah

Contoh 2: "Identifikasi" Level C4

"Identifikasi kelemahan dalam solusi kebijakan pemerintah terhadap perubahan iklim"

  • Level: C4 (menganalisis)
  • Kompleksitas: Tinggi
  • Siswa harus: tahu konsep + paham kebijakan + mengkaitkan

Kesimpulan: Kata kerja yang sama bisa lompat dari C2 ke C4 tergantung kompleksitas statement-nya!

Yang Penting: Aktivitas apa yang dibutuhkan siswa lakukan - bukan sekadar kata kerjanya.

Perbedaan Penting: Memahami vs Mengaplikasi

🔍 Contoh Kasus: Belajar Naik Sepeda

Skenario 1: Langsung Mengaplikasi (BUKAN PM)

Guru: "Coba kamu pegang alat ini, langsung naik sepeda."
Siswa: (naik sepeda)
Guru: "Gimana menurut kamu naik sepeda?"

Ini adalah tahap MEMAHAMI - bukan mengaplikasi PM!

Mengapa? Siswa belum punya pengetahuan tentang mengapa harus pegangan, mengapa pedal harus diputar, dll.

Skenario 2: PM yang Benar

Tahap 1: Memahami

  • Guru jelaskan komponen sepeda
  • Siswa pahami fungsi masing-masing
  • Siswa tahu prinsip keseimbangan
  • Siswa coba dengan penjelasan

Tahap 2: Mengaplikasi

  • Siswa sudah tahu alasannya
  • Siswa tahu kenapa harus pegang stang
  • Siswa tahu kenapa pedal harus diputar
  • Siswa punya pengetahuan yang dibangun dari tahap memahami
  • Siswa aplikasikan dengan kesadaran penuh

Perbedaan Kunci:

Langsung PraktikPM (Memahami Dulu)
Trial and errorDengan pemahaman
Tidak tahu alasanTahu alasannya
Surface learningDeep learning

Taksonomi SOLO: Kunci Memahami Kompleksitas

Prof. Yuli berjanji akan membahas Taksonomi SOLO lebih detail, karena ini menunjukkan tingkat kompleksitas penggunaan pengetahuan:

Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcome):

  1. Unistructural - Satu konsep
  2. Multistructural - Beberapa konsep terpisah
  3. Relational - Mengkaitkan konsep-konsep
  4. Extended Abstract - Generalisasi ke konteks baru

"Siswa menggunakan pengetahuannya dengan tingkat kompleksitas yang berbeda. Itu sebenarnya yang kita mau." - Prof. Yuli Rahmawati

Fleksibilitas dalam Implementasi

⏰ Durasi Pembelajaran

Miskonsepsi: "Pengalaman belajar ada tiga, berarti satu kali pertemuan tidak mungkin."

Klarifikasi:

"Pengalaman belajar tidak harus terjadi dalam satu kali pertemuan. Untuk M-A-R (Memahami-Mengaplikasi-Refleksi) itu impossible dalam satu pertemuan!" - Prof. Suyanto

Realitas Implementasi:

  • Memahami: Mungkin 2 kali pertemuan
  • Mengaplikasi: Mungkin 3 kali pertemuan
  • Merefleksi: 1 kali pertemuan

Prinsip:

"Bapak Ibu yang paling tahu kebutuhan lapangan. Pengalaman belajar diberikan kepada siswa secara utuh untuk mencapai tujuan yang dibreakdown menjadi indikator." - Prof. Yuli Rahmawati

Kalau dalam 50-100 menit semua selesai:

"Kalau sampai terjadi, itu sandiwara!" - Prof. Suyanto

Dimensi Profil Pelajar Pancasila

🎯 Jangan Lupa!

PR Guru: Selain tujuan pembelajaran, ada Dimensi Profil Pelajar Pancasila!

Contoh:

"Hari ini saya mungkin mau mengembangkan kolaborasi. Paling tidak ada yang kita targetkan dalam pembelajaran - dimensi mana yang akan kita capai." - Prof. Yuli Rahmawati

Dimensi P5:

  • Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia
  • Berkebinekaan global
  • Bergotong royong
  • Mandiri
  • Bernalar kritis
  • Kreatif

Pesan Penutup: Guru Sudah Punya Modal

💪 Empowerment, Bukan Revolution

"Guru-guru sudah banyak modal pengetahuan, strategi, atau apapun namanya. Sekarang Bapak Ibu guru diminta merefleksikan: kira-kira mana yang membantu siswa untuk memahami, mengaplikasi, sampai merefleksi." - Prof. Yuli Rahmawati

PM Bukan Hal Baru: PM adalah kerangka kerja untuk:

  • Memberdayakan praktik yang sudah ada
  • Memberikan struktur yang jelas
  • Memastikan pembelajaran mendalam terjadi
  • Bukan mengganti, tapi menguatkan

Kesimpulan: Jangan Sesat Pikir!

7 Klarifikasi Penting:

  1. ✅ PM bukan hanya project - semua strategi yang sesuai prinsip boleh dipakai
  2. ✅ Menggembirakan bukan nyanyi-joget - tapi pemecahan masalah yang bermakna
  3. ✅ Ice breaking secukupnya - fokus pada koneksi dengan kehidupan nyata
  4. ✅ PM bukan taksonomi - tapi pengalaman belajar yang fleksibel
  5. ✅ Kemitraan dimulai dari siswa - tidak harus langsung ke masyarakat
  6. ✅ Memahami dulu sebelum mengaplikasi - transfer of learning itu penting
  7. ✅ KKO bukan patokan mutlak - kompleksitas statement yang menentukan level

Pesan Akhir:

"Mudah-mudahan ini menjadi inspirasi bagi guru, orang tua, kepala dinas, pengawas, dan sebagainya. Mari kita luruskan miskonsepsi yang beredar di media sosial!" - Prof. Suyanto

Hati-hati dengan Konten Medsos: Konten dibuat untuk viral dan dapat like, bukan untuk edukasi yang benar. Selalu rujuk ke sumber resmi dan naskah akademik!


Tentang Narasumber:

  • Prof. Yuli Rahmawati, MSc., PhD - Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Canberra, tokoh Deep Learning Indonesia
  • Prof. Suyanto, PhD - Host channel Suyanto.id, pakar pendidikan

Sumber Video: Awas, Ada Praktik Keliru PM - Eps.20

Download Materi Presentasi: Link DocWorkspace


Episode Terkait:


Tags: #MiskonsepsiPM #PembelajaranMendalam #DeepLearning #PraktikKeliru #KlarifikasiPM #Menggembirakan #TransferOfLearning #TaksonomiSOLO #EmpoweringGuru #LearningPartnership #GenerasiStrawberry #SchoolingWithoutLearning #PendidikanIndonesia

Post a Comment
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS