0
Home  ›  Pembelajaran Mendalam

Strategi Jitu Menerapkan Pengalaman Belajar dalam Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) Eps.24

Halo para pembaca!

Selamat datang kembali di blog ini. Kali ini, kita akan mengulas sebuah diskusi inspiratif dari channel YouTube Suyanto.id dalam episode ke-24 mereka. Episode ini menghadirkan narasumber istimewa, Prof. Yuli Rahmawati, M.Sc., Ph.D., Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di Canberra.

Diskusi ini melanjutkan pembahasan sebelumnya (episode 19) mengenai pengalaman belajar, dengan fokus khusus pada tahapan aplikasi. Setelah siswa melalui tahap "memahami", bagaimana cara guru memfasilitasi mereka untuk dapat "mengaplikasikan" pengetahuannya?

Mari kita simak poin-poin pentingnya!

Mengapa Tahap "Mengaplikasi" Penting?

Tahap "memahami" berperan sebagai pondasi penting bagi siswa. Namun, pembelajaran tidak berhenti di situ. Tahap "mengaplikasi" menjadi krusial karena di sinilah siswa didorong untuk:

  • Menghubungkan Pengetahuan: Mengaitkan apa yang sudah dipelajari (termasuk pengetahuan sebelumnya) dengan konteks baru.

  • Konteks Nyata: Menerapkan pengetahuan dalam situasi yang nyata dan relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

  • Berpikir Kritis & Solutif: Mengembangkan keterampilan berpikir kritis untuk menemukan solusi atas masalah yang diberikan, di mana solusi tersebut harus didasarkan pada pengetahuan yang telah mereka pahami, bukan sekadar asumsi.

6 Strategi Jitu untuk Tahap Aplikasi

Prof. Yuli membagikan beberapa contoh strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk mendorong aplikasi pengetahuan. Penting untuk diingat bahwa ini adalah contoh, bukan daftar yang kaku.

  1. Experiential Learning (Belajar Melalui Pengalaman) Siswa belajar secara langsung melalui pengalaman nyata. Contohnya, saat membahas isu polusi atau sampah, siswa bisa langsung mengobservasi lingkungan sekolah, seperti kantin, untuk mengidentifikasi masalah (misalnya sampah sandwich) dan membuat proyek untuk mengelolanya.

  2. Problem-Based Learning (PBL) Siswa bekerja (seringkali dalam kelompok) untuk memecahkan masalah atau kasus yang menantang. Solusi yang mereka tawarkan harus didukung oleh teori atau data yang valid. Contohnya, menganalisis masalah kekurangan air saat musim panas dengan mengambil data dari website pemerintah.

  3. Project-Based Learning (PjBL) Mirip dengan PBL namun biasanya berlangsung lebih lama dan menghasilkan sebuah produk atau karya. Prof. Yuli memberikan contoh luar biasa dari "Sains Day" di Australia, di mana siswa SMP melakukan riset mendalam—mulai dari proposal hingga presentasi—tentang topik seperti perbandingan detak jantung penari balet dan K-pop, atau menguji kualitas air keran. Hebatnya, mereka bahkan bisa mengidentifikasi potensi kelemahan atau "confounding variables" dalam penelitian mereka.

  4. Role Playing (Bermain Peran) Siswa memerankan situasi nyata untuk merasakan dan memahami sebuah konsep secara langsung. Ini sering digunakan untuk topik seperti bullying di PAUD, jual-beli di pasar untuk anak SD, atau bahkan simulasi negosiasi.

  5. Inquiry (Inkuiri) Sering dilakukan di laboratorium atau praktikum, namun dibuat lebih menantang. Alih-alih hanya mengikuti prosedur, siswa diberi masalah. Misalnya, "Ini ada air kotor, bagaimana caranya agar air ini bersih?" tanpa diberi tahu prosedurnya. Mereka harus menerapkan konsep pemisahan campuran yang sudah dipelajari.

  6. Case-Based Learning (Belajar Berbasis Kasus) Menggunakan studi kasus-studi kasus nyata di lapangan, seperti kasus keracunan merkuri pada penambang emas tradisional.

Peran Guru: Bukan Sekadar Menunggu!

Dalam semua strategi ini, peran guru sebagai fasilitator sangatlah signifikan. Guru tidak boleh hanya duduk diam saat siswa bekerja kelompok atau mengerjakan proyek. Guru harus aktif:

  • Memberi Stimulasi: Mengarahkan siswa jika mereka buntu (stuck), misalnya dengan menyarankan sumber bacaan.

  • Memberi Scaffolding: Mengingatkan kembali konsep-konsep kunci yang telah dipelajari di tahap "memahami".

  • Memberi Umpan Balik (Feedback): Memberikan feedback yang otentik dan real-time agar siswa tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya untuk naik level.

Sintak vs. Pengalaman Belajar

Diskusi menarik juga menyinggung kebiasaan guru yang terpaku pada "sintak" atau langkah-langkah kaku. Prof. Yuli mengingatkan bahwa yang terpenting adalah pengalaman belajar itu sendiri. "Memahami" misalnya, bukanlah sekadar C2 (Taksonomi Bloom), melainkan seluruh proses yang dilakukan guru untuk membantu siswa paham, yang bisa saja bentuknya beragam seperti langsung bercakap-cakap dalam pelajaran bahasa.

Penutup

Tahap aplikasi adalah jantung dari pembelajaran mendalam, di mana pengetahuan benar-benar diuji dan didalami. Strategi-strategi yang dibagikan Prof. Yuli mendorong siswa untuk menjadi pemecah masalah yang kritis dan kreatif.

Diskusi ini masih akan berlanjut ke pembahasan asesmen pada tahap aplikasi, yang pastinya akan sangat menantang!

Untuk wawasan yang lebih lengkap, jangan ragu untuk menonton video penuhnya di bawah ini.

Tonton videonya di sini: Prof. Yuli. R: Strategi Jitu untuk Mengaplikasi Pengalaman Belajar PM-EPS.24 @Suyantoid

Terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat!

Post a Comment
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS